Kesenjangan Ekonomi: Keberagaman Indonesia  yang Tak Diinginkan

Gedung tinggi menjulang yang mencakar langit di Jakarta dan berbagai ibukota daerah lainnya telah menggambarkan keseriusan Indonesia dalam melakukan percepatan perekonomian dan pembangunan. Banyaknya pusat perbelanjaan mewah juga turut memberikan gambaran kehidupan masyarakat Indonesia yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Membeli tas branded luar negeri, mengoleksi sepatu mewah terkini, jalan-jalan dengan jet pribadi adalah beberapa bentuk unjuk diri masyarakat Indonesia dalam pengakuan skala kemampuan ekonomi elit kalangan atas. Namun, hal ini justru berbanding terbalik dengan kehidupan masyarakat menengah ke bawah yang sangat memprihatinkan. Ketidakmampuan untuk menyekolahkan anak, kesulitan mencari sesuap nasi, bahkan tidak mendapatkan pekerjaan tetap untuk penghasilan sehari-hari adalah bagian dari mirisnya kehidupan yang harus mereka jalani. Narasi di atas secara tidak langsung telah menjadi peringatan tentang kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia sebagai bentuk keberagaman yang tidak diinginkan.

Negara-negara berpendapatan menengah atau Middle Income Countries (MIC) di dunia merupakan kelompok yang beragam berdasarkan ukuran, populasi, dan tingkat pendapatan. Untuk tahun fiskal 2024 saat ini, ekonomi berpendapatan rendah didefinisikan sebagai negara dengan PNB per kapita, dihitung menggunakan metode Atlas Bank Dunia, sebesar $1.135 atau kurang. Ekonomi berpendapatan menengah ke bawah adalah negara dengan PNB per kapita antara $1.136 dan $4.465; ekonomi berpendapatan menengah ke atas adalah negara dengan PNB per kapita antara $4.466 dan $13.845; ekonomi berpendapatan tinggi adalah negara dengan PNB per kapita sebesar $13.846 atau lebih (World Bank, 2022). Pembaruan berbagai sistem perekonomian sudah membawa Indonesia ke babak selanjutnya dan mendapat gelar upper-middle income country atau negara dengan pendapatan menengah-atas. 

Menurut data SUSENAS 2021, 69 dari 100 penduduk Indonesia adalah penduduk berpendapatan menengah bawah. Hal ini cukup membuktikan bahwa Indonesia didominasi oleh penduduk kelas menengah

Sumber: Susenas 2021

Sudah hampir tiga dekade Indonesia bertahan pada kelas menengah ke bawah. Indonesia masih mengalami kesulitan dan memerlukan usaha yang besar untuk bertransisi ke kelas menengah atas. Hal ini tampak dari sisi pendapatan perkapita Indonesia yang berada pada ambang batas bawah kelas pendapatan menengah atas.

Jurang Kesenjangan di Depan Mata

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada semester 1 2024, rata-rata penduduk miskin Indonesia berada pada angka 9.03%, di mana persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 7.09% sedangkan kemiskinan di wilayah perdesaan sebesar 11.79%. Data BPS ini semakin memperjelas bagaimana kesenjangan perekonomian antara masyarakat desa dengan masyarakat kota semakin memberikan jarak pada persentase penduduk miskin di kedua wilayah tersebut. Sedangkan, pada tahun sebelumnya persentase penduduk  miskin Indonesia berada pada angka 9,36%. Namun, kabar buruknya adalah target tingkat kemiskinan pada periode terakhir pemerintah sebelumnya yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi berpotensi tak tercapai. Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 tingkat kemiskinan ditargetkan sebesar 6,5%-7,5%. Sementara itu, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat kemiskinan pada Maret 2024 masih sebesar 9,03% dari total penduduk Indonesia.

Pada Maret 2024, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio adalah sebesar 0,379. Angka ini menurun 0,009 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2023 yang sebesar 0,388. Meskipun ini adalah kabar baik bagi Indonesia, tetapi bagi masyarakat yang berada dalam indeks tersebut, itu hanyalah indeks angka semata yang tidak membawa perbaikan dalam kehidupan mereka. Selain itu, pembicara dari Fakultas Ekonomi Thammasat University Bangkok, Thanasak Jenmana, ikut menjelaskan ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia. Thanasak menjelaskan cuplikan data yang diambil pada tahun 2021, di mana pendapatan nasional rata-rata penduduk dewasa adalah $11.700, dengan 10% teratas memiliki penghasilan 19 kali lipat daripada yang 50% terbawah. Hal ini menandakan bahwa masih terjadi ketimpangan yang sangat besar dari segi penghasilan masyarakat.  

Seseorang dikategorikan miskin jika pengeluarannya di bawah Rp. 15.750/orang/hari atau Rp. 472.500/orang/bulan (BPS,2021). Misalnya dalam 1 keluarga terdiri dari 4 orang (ayah, ibu, dan 2 anak), memiliki kemampuan untuk memenuhi pengeluarannya setara atau di bawah Rp. 1.890.00 per keluarga per bulan (BPS, 2021). Maka dapat dikatakan bahwa angka kemiskinan di Indonesia rendah dikarenakan negara menggunakan standar penetapan angka yang sangat rendah, sehingga tidak dapat menggambarkan angka kemiskinan di Indonesia secara aktual. 

Kelas Menengah Belum Sejahtera Seutuhnya

Meskipun peningkatan jumlah penduduk menengah dan berkurangnya penduduk miskin semakin nyata, tetapi masyarakat yang baru mengalami perpindahan sebenarnya hanya berada sedikit di atas garis kemiskinan. Bank Dunia, dalam laporan “Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class” (2020), menilai bahwa kelas menengah berkaitan erat dengan ukuran economic security di Indonesia. Mereka harus terbebas dari ancaman kemiskinan (peluangnya kurang dari 10%). 

Walaupun kelas menengah dapat dianggap economically secure, tetapi mereka tidak bergelimang harta. Sebanyak 90% kelompok kelas menengah menghabiskan kurang dari $20 per harinya. Kelas menengah bawah memang tidak punya banyak pilihan. Instrumen perlindungan sosial juga tidak memadai. Mereka tidak berhak akan bantuan sosial karena mereka bukan termasuk kelompok miskin. Mereka belum tentu memiliki akses untuk beasiswa Bidik Misi karena tak memiliki surat keterangan tidak mampu (SKTM).

Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kelompok aspiring middle class atau calon kelas menengah yang berpenghasilan 2 – 4,8 juta rupiah per bulan. Dalam kehidupan sehari-hari, fasilitas dan pemenuhan kebutuhan (pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, maupun papan) yang dapat diakses oleh masyarakat pada kelompok ini sangat terbatas. Penghasilan yang terbilang secukupnya, seringkali membuat kelompok ini hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa mampu berinvestasi atau bahkan sekadar memiliki simpanan uang untuk kondisi tertentu/darurat. Kelompok aspiring middle berada dalam posisi yang masih rawan untuk jatuh ke kelas ekonomi di bawahnya. 

Sebagai skenario proyeksi, pendapatan rata-rata pekerja Indonesia berada pada angka Rp 3,04 Juta perbulan (BPS, Februari 2024), biaya bahan pokok pangan sebesar Rp 1,5 juta perbulan, biaya transportasi berada pada angka Rp 800.000, biaya jaminan kesehatan Rp 100.000, dan biaya lain-lain sebesar Rp 300.000, sehingga total pengeluaran seseorang dalam satu bulan adalah Rp 2,7 juta perbulan untuk diri sendiri. Ditambah lagi, para pekerja yang sudah berkeluarga memiliki biaya tambahan yang harus dikeluarkan seperti biaya pendidikan anak dan asuransi kesehatan keluarga, dan biaya pangan yang pastinya lebih besar. Hal ini membuat gaji yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. 

Menghadapi permasalahan ini, pemerintah mengambil tindakan serius dalam mempercepat penanganan kemiskinan, yaitu dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Berbagai skema telah dilakukan pemerintah, di antaranya dengan pengadaan program-program perlindungan sosial dalam bentuk bantuan sosial, jaminan sosial, maupun jaring pengaman sosial untuk masyarakat miskin sehingga. Selain itu, pemerintah juga memiliki berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat termasuk kelompok menengah, seperti pengadaan skema jaminan sosial kesehatan dan sosial ketenagakerjaan, pemberian subsidi listrik maupun LPG 3kg, pemberian subsidi BBM, penyediaan insentif untuk PPN pembelian rumah harga dibawah Rp 5 M, serta bantuan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Koordinator dari Post Doctoral Fellow in Economics di NYU Abu Dhabi – The World Inequality Lab South & South East Asia Region Nitin Bharti mengatakan bahwa tingkat ketimpangan dalam suatu masyarakat pada dasarnya adalah hasil dari pilihan politik, karena hal tersebut akan menentukan  bagaimana masyarakat memutuskan untuk mengatur ekonominya. Menurut pendapatnya juga, negara-negara berada pada tingkat pendapatan rata-rata dan ketimpangan yang berbeda karena masing-masing negara punya jalan berbeda di dalam mengatur perekonomian

Pemerintah Baru, Ekonomi Maju?

Presiden RI terpilih sekaligus Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto, menyampaikan bahwa dirinya hingga saat ini tetap optimis Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Prabowo menekankan pentingnya penerapan ekonomi Pancasila atau ekonomi yang berpihak ke rakyat miskin, salah satunya dengan memberikan subsidi di sektor-sektor krusial, seperti kebutuhan gizi, pendidikan, dan transportasi.

Dalam era pemerintahan baru, terdapat beberapa program yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat, di antaranya adalah memberikan makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, menyediakan bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil, menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis, menuntaskan kasus TBC, dan membangun rumah sakit lengkap berkualitas di kabupaten. Sehingga diharapkan mampu memperbaiki kualitas kesehatan dan peningkatan gizi di pelosok negeri.

Selain itu, juga terdapat program mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional. Membangun sekolah-sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten, dan memperbaiki sekolah-sekolah yang perlu renovasi agar terjadi pemerataan pendidikan di semua wilayah. Melanjutkan dan menambahkan program kartu-kartu kesejahteraan sosial serta kartu usaha untuk menghilangkan kemiskinan absolut.

Dari program yang telah menjadi target pemerintahan baru tersebut, diharapkan Indonesia dapat menekan angka kemiskinannya serta menghilangkan kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada pada pemerintahan sebelumnya. Pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada kalangan ekonomi bawah dan ekonomi kelas menengah agar kelas bawah bisa keluar jadi kelas menengah, dan kelas menengah tetap ikut merasakan kesejahteraan. 

Referensi  

Arrida, Rizki. “Berita – Ombudsman RI.” Pelayanan Publik Bagi Aspiring Middle Class, 7 12 2022, https://ombudsman.go.id/artikel/r/pwkinternal–pelayanan-publik-bagi-aspiring-middle-class.

“BRIN Bersama Pakar Bahas Data Ketimpangan Sosial di Indonesia untuk Tuntaskan Kemiskinan.” BRIN, 9 August 2023, https://www.brin.go.id/news/114207/brin-bersama-pakar-bahas-usut-data-ketimpangan-sosial-di-indonesia-untuk-tuntaskan-kemiskinan. Accessed 3 September 2024.

“Gini ratio Maret 2024 tercatat sebesar 0379.” Badan Pusat Statistik, 1 July 2024, https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/07/01/2371/gini-ratio-maret-2024-tercatat-sebesar-0-379-.html. Accessed 2 September 2024.

“Ini Ragam Upaya Pemerintah untuk Tingkatkan Kesejahteraan Sosial | Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.” Kemenko PMK, 4 March 2024, https://www.kemenkopmk.go.id/ini-ragam-upaya-pemerintah-untuk-tingkatkan-kesejahteraan-sosial. Accessed 3 September 2024.

“Kelas Menengah Indonesia Itu Apa, Sih?” Asumsi.co, 2021, https://asumsi.co/post/58774/siapa-yang-dimaksud-kelas-menengah-di-indonesia/. Accessed 3 September 2024.

“Mampukah Pemerintah Prabowo-Gibran Mengatasi Kemiskinan dan Kerentanan Sosial di Indonesia? – New Naratif.” New Naratif, 27 February 2024, https://newnaratif.com/mampukah-pemerintah-prabowo-gibran-mengatasi-kemiskinan/. Accessed 3 September 2024.

Muhamad Chatib Basri. “Kelas Menengah dan “Chilean Paradox.”” Kompas.id, 27 December 2023, https://www.kompas.id/baca/opini/2023/12/26/kelas-menengah-dan-chilean-paradox. Accessed 15 September 2024.

“PENDIDIKAN DAN KESEHATAN, JEMBATAN KELUAR DARI JERAT KELAS MENENGAH.” Big Data BPS, 2023, https://bigdata.bps.go.id/documents/datain/2023.03-1_Pendidikan_dan_Kesehatan_Jembatan_Keluar_dari_Jerat_Kelas_Menengah.pdf. Accessed 2 September 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *