Hari, tanggal : Senin, 30 September 2024
Waktu Pelaksanaan : 12.00-17.00 WIB
Tempat : Hybrid (BRIN Gatot Subroto Grand Ballroom dan siaran langsung Youtube Indonesia Economic Outlook)
Tema : Dawn of a New Capital: How Will the IKN Elevate Indonesia’s Inclusivity?
Kegiatan Forum Indonesia Economic Outlook 2025 telah dilaksanakan pada Senin, 30 September 2024. Forum IEO tahun ini mengusung tema “Dawn of a New Capital: How Will the IKN Elevate Indonesia’s Inclusivity?” dan menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) selaku official forum partner. Acara ini dilaksanakan di Grand Ballroom, BRIN Gatot Subroto serta disiarkan langsung di akun YouTube resmi Indonesia Economic Outlook FEB UI. Forum diawali dengan sambutan oleh Aiko Putri Fauzi, selaku Chief Executive Officer dari IEO 2025. Sambutan selanjutnya diberikan oleh Ariel Bhaskara Haposan Sihombing selaku Chairman Kanopi FEB UI. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pemberian kata sambutan dari Bapak Arief Wibisono Lubis, Ph.D., sebagai Pelaksana Harian Dekan FEB UI, sekaligus menutup sesi pembukaan IEO ‘25 Forum.
Acara dilanjutkan dengan Welcoming Remarks oleh Agus Eko Nugroho selaku Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN. Dalam sambutannya, Agus menyampaikan rasa senang BRIN dapat berkontribusi dalam penyelenggaraan IEO 2025 sebagai kesempatan penting untuk berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam merencanakan masa depan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Beliau menekankan dua aspek penting dari Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai bagian dari rencana strategis nasional dan pentingnya urbanisasi.
- IKN diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tidak terjebak pada rentang pertumbuhan 4-5% per tahun yang telah berlangsung selama sekitar dua dasawarsa demi membantu pencapaian target pertumbuhan 7-8% per tahun untuk mewujudkan “Indonesia Emas” pada tahun 2045.
- IKN diharapkan dapat mempersempit disparitas pembangunan nasional, terutama dalam hal ketimpangan wilayah.
- Agus juga menyoroti pentingnya urbanisasi di luar Pulau Jawa yang dapat meningkatkan partisipasi tidak hanya dari korporasi besar, tetapi juga dari usaha kecil di berbagai wilayah Indonesia.
Beliau berharap bahwa IEO 2025 tidak hanya menjadi ajang seminar, tetapi mampu menghasilkan rencana strategis baru demi mendekatkan kita pada tujuan jangka panjang di 2045.
Keynote Session: IKN Dalam Perspektif Nasional dan Internasional
Acara dilanjutkan dengan keynote speech dari perspektif nasional oleh Widodo Ramadyanto selaku Analisis kebijakan Senior di Bidang Kebijakan Fiskal. Widodo menggarisbawahi tujuan pembangunan Ibu Kota Nusantara untuk mencapai amanat dalam UUD, yaitu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Upaya untuk mencapai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia harus dimulai dengan mengurangi ketimpangan, pemberantasan kemiskinan, pemberdayaan sumber daya manusia yang inovatif dan kreatif, serta pemerataan pembangunan infrastruktur.
- Dalam konteks ini, pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi instrumen penting untuk mendukung Indonesia meninggalkan middle-income trap dan mencapai target pertumbuhan ekonomi 6-8%.
- Selain bertujuan untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Pulau Jawa, pemindahan ini juga merupakan transformasi pola pikir untuk mewujudkan pembangunan yang terintegrasi.
- IKN diharapkan dapat menjadi kota percontohan yang modern, hijau, dan berkelanjutan, serta mendorong partisipasi publik melalui skema pendanaan kreatif, seperti crowdfunding dan filantropi.
Selain itu, Widodo juga menyoroti bagaimana APBN berperan besar dalam mendukung pembangunan IKN.
- Sejak 2022 hingga 2024, APBN telah mengalokasikan Rp76,5 triliun untuk pembangunan IKN, termasuk Rp15 triliun yang dialokasikan pada 2024.
- Insentif fiskal dan non-fiskal diberikan untuk mendukung pengusaha dan sektor swasta yang berpartisipasi dalam proyek ini, termasuk tax holiday hingga 30 tahun dan super deduction bagi perusahaan yang melakukan riset dan pengembangan.
Widodo mengakhiri kalimatnya dengan harapan agar dalam jangka panjang, IKN dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pembangunan, terutama di wilayah timur Indonesia, serta menjadi simbol identitas nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Acara dilanjutkan dengan keynote speech dari perspektif internasional oleh Professor Tetsuya Watanabe selaku President of Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Tetsuya menyampaikan bahwa ibu kota baru bukan sekadar perubahan geografi, melainkan simbol ambisi Indonesia memimpin abad ke-21.
- Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat karena memiliki sumber daya dan populasi generasi muda yang melimpah, telah berkembang menjadi pemain dalam ekonomi global dalam perdagangan, inovasi, dan melaksanakan ekonomi yang berkelanjutan melalui forum Indonesia-Africa 2024, ASEAN 2023, G20 Presidency 2022.
- Selain itu, untuk mencapai visi “Indonesia Emas 2045” menjadi negara high income, pemerintah harus memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Dengan berinvestasi di bidang-bidang seperti pelabuhan, green energy, infrastruktur digital, dan infrastruktur sosial, hal-hal tersebut bertujuan untuk mendorong kesejahteraan dan kesetaraan dalam jangka panjang.
- Target pertumbuhan ekonomi pemerintahan baru Prabowo sangat ambisius tetapi masih realistis untuk dapat dicapai. Melalui investasi strategis di sektor inovasi, pengembangan sumber daya manusia, dan kemajuan teknologi, Indonesia dapat mewujudkan masa depan yang menyeimbangkan kemakmuran ekonomi dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Inilah esensi pembangunan modern dan cara Indonesia mengamankan posisinya sebagai pemimpin global.
- Indonesia menghadapi tantangan besar, termasuk income inequality, permasalahan lingkungan hidup, dan middle income trap. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan bertujuan untuk merangsang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Kalimantan dan daerah sekitarnya serta mengurangi kesenjangan antar wilayah.
- Dampak perekonomian Nusantara akan meluas ke Kalimantan dan Sulawesi, melalui supply chain linkages. Sebagai kota yang berkelanjutan, inklusif, dan cerdas, Nusantara bertujuan untuk mencapai net zero emission pada tahun 2045.
- Nusantara dapat belajar dari Brasilia (Brazil) dan Putrajaya (Malaysia). Meskipun Brasilia berhasil mendesentralisasikan pertumbuhan, Brazil juga menghadapi tantangan sosial. Putrajaya bertujuan untuk mengurangi kemacetan perkotaan dan meningkatkan efisiensi pemerintahan, tetapi kesulitan untuk menarik populasi yang dinamis dan aktivitas ekonomi yang berkelanjutan. Nusantara dapat memanfaatkan pembelajaran ini untuk menghindari kesalahan serupa dan mencapai tujuannya.
- Lokasi Nusantara yang strategis di Kalimantan menawarkan peluang bagi keseimbangan pembangunan di seluruh Indonesia dengan memprioritaskan inklusivitas dan memastikan akses pekerjaan dan pendidikan yang setara. Dengan memanfaatkan infrastruktur digital, renewable energy, dan praktik berkelanjutan, Nusantara dapat menjadi model global kota cerdas dan berkelanjutan.
- Pembangunan Nusantara harus mengedepankan pertumbuhan yang berpusat pada kerakyatan, kemitraan kolaboratif, dan keseimbangan yang harmonis antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan.
ERIA telah mendirikan dua sentra demi mendukung perkembangan berkelanjutan:
- ERIA Digital Innovation and Sustainable Economy Center: Berfokus pada pemanfaatan teknologi digital untuk pertumbuhan ekonomi, kota pintar, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan.
- Asia Zero Emission Center: Bertujuan untuk mempromosikan teknologi rendah karbon, green finance, dan kebijakan berbasis pasar di Indonesia, ASEAN, dan negara-negara lain.
Terakhir, Tetsuya menekankan kembali bahwa Nusantara mewakili komitmen Indonesia terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan, inklusif, dan berpikiran maju. ERIA bangga mendukung visi “Indonesia Emas 2045” dan berkontribusi dalam pembangunan ibu kota baru.
Forum Discussion: Perspektif Para Ahli dalam Menggali Potensi dan Tantangan Pembangunan IKN
Setelah sesi International Keynote Speech, acara IEO ’25 Forum dilanjutkan dengan Forum Discussion yang dimoderatori oleh Gadis Vania Sibbald, seorang Doktor Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi di FEB UI. Sesi ini menghadirkan empat panelis terkemuka:
- Ferry Irawan – Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, kementerian koordinator Bidang Perekonomian
- Andre Simangunsong – Kepala Mandiri Institute
- Evi Mariani – Direktur Eksekutif dan Pendiri Project Multatuli
- Zamroni Salim – Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN
Sebagai Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan melihat IKN sebagai bagian dari strategi pertumbuhan inklusif yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek dan panjang.
- Indikator utama dalam jangka pendek adalah pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, selama sepuluh tahun terakhir hanya berkisar 5%. Untuk mencapai pertumbuhan di atas 5%, penting bagi Indonesia untuk menggenjot Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) dan ekspor dengan sektor industri pengolahan menjadi pilar penting.
- Konsumsi rumah tangga dan belanja modal pemerintah yang didukung oleh injeksi dana dari sektor swasta akan menjadi pendorong utama pertumbuhan dalam waktu dekat. Hal ini penting untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah dengan program bantuan sosial dan insentif lainnya.
Lebih lanjut, Ferry mengungkapkan bahwa IKN juga menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa, terutama dengan adanya 20 proyek besar di Kalimantan yang didanai oleh APBN.
- Pembangunan infrastruktur seperti jalan tol Trans-Sumatera dan proyek-proyek di IKN akan memberikan dampak signifikan terhadap logistik dan aktivitas ekonomi, termasuk sektor transportasi, makanan, dan minuman.
- Partisipasi dalam konferensi internasional, seperti G20, serta perjanjian perdagangan global, penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan hijau di masa depan.
Sebagai Kepala Mandiri Institute, Andre Simangunsong menyoroti isu human capital dalam konteks ketenagakerjaan.
- Sebelum pandemi, banyak pekerja beralih dari sektor informal ke formal. Namun, terjadi pergeseran kembali ke sektor informal pascapandemi.
- Tanpa adanya jaminan sosial dan asuransi, pekerja informal rentan terhadap risiko seperti sakit atau kecelakaan. Hal ini menjadi catatan penting bagi keberlanjutan ekonomi Indonesia.
Dalam konteks pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Andre juga menyampaikan penjelasan mengenai potensi IKN sebagai pusat finansial.
- Meskipun pembangunan IKN menghadapi tantangan dari segi geografi dan bisnis, sektor swasta memiliki peluang menarik untuk berinvestasi.
- Investor akan mempertimbangkan kepastian dan konsistensi dalam pembangunan infrastruktur IKN untuk memastikan keberlanjutan investasi mereka.
- Andre juga menjelaskan berbagai insentif yang ditawarkan pemerintah, seperti hak guna bangunan (HGB) yang lebih panjang di IKN sebagai pendekatan pro-investor sehingga dapat menciptakan kemitraan saling menguntungkan antara pemerintah dan swasta.
- Harapannya, IKN tidak hanya menjadi kota administratif yang sepi pada akhir pekan, tetapi dapat hidup dengan kehadiran pekerja formal yang menetap di sana.
- Untuk mencapai tujuan ini, perlu ada pembangunan pusat finansial dan zona bisnis yang baik. Dengan akses yang baik terhadap barang publik, masyarakat IKN dapat merasakan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang mereka bayar.
Dalam forum diskusi, Evi Mariani—pendiri Project Multatuli—mengemukakan pandangannya melalui perspektif yang berbeda. Tidak seperti panelis lainnya, Ibu Evi membahas dampak inklusivitas dan keberlanjutan pembangunan IKN dengan menyoroti kepentingan kelompok marjinal. Beliau menekankan bahwa pembangunan IKN berpotensi memiliki dampak negatif dan kurang inklusif karena kurangnya persetujuan dari kelompok-kelompok yang akan terkena dampak langsung. Menurut Evi Mariani, terdapat ketidaksesuaian antara klaim pemerintah mengenai IKN dengan kenyataan di lapangan, berdasarkan beberapa alasan berikut:
- IKN dianggap hanya melayani kepentingan kalangan elit, termasuk Mantan Presiden Joko Widodo yang bertindak sebagai penggerak utama dalam menarik investasi asing dengan persentase pelobi sebesar 23,3%.
- “Undang-undang kilat” yang mengesahkan IKN dinilai disusun dan disahkan dalam waktu yang sangat singkat sehingga minim partisipasi masyarakat secara inklusif.
- Pembangunan IKN tidak dipandang sebagai solusi menyeluruh bagi masalah yang ada di Jakarta, melainkan sebagai pemindahan masalah ke lokasi baru.
- Masyarakat lokal yang sebelumnya telah mengalami marginalisasi akan semakin tertinggal, terutama karena kurangnya akses pendidikan atau pelatihan yang memadai di wilayah baru ini.
- IKN dinilai hanya menarik investasi dalam bentuk industri privat seperti kawasan BSD sehingga ambisi untuk menjadikannya wilayah hijau dan inklusif akan sulit terwujud, terutama jika praktik pembuangan limbah ke wilayah lain tetap berlanjut.
Beliau juga mengkritik simbol dan desain IKN yang mencerminkan dominasi kekuasaan.
- Pemilihan nama “Nusantara” untuk IKN dianggap berpotensi membentuk narasi Jawa-sentris dan mengandung unsur imperialistik.
- Tata kota IKN yang mengadopsi gaya arsitektur kolonial menimbulkan indikasi adanya pola kekuasaan yang menempatkan penguasa di atas masyarakat lokal.
- Bentuk istana nasionalis yang menyerupai burung garuda dipandang sebagai upaya simbolis untuk mendapatkan simpati masyarakat, tetapi tidak memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan publik.
Menurut Evi Mariani, terdapat beberapa alasan yang dapat menyebabkan terjadinya marginalisasi masyarakat akibat pembangunan IKN:
- Penggusuran masyarakat lokal berpotensi menimbulkan ketidakadilan, meskipun kompensasi diberikan; khususnya bagi petani yang menggantungkan sumber kehidupan pada lahan yang digusur.
- Pembangunan IKN dinilai sangat ekstraktif dan berorientasi pada pertumbuhan yang tidak memperhatikan prinsip pemerataan ekonomi sehingga memicu ketimpangan ekonomi yang signifikan.
Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Zamroni Salim, mengupas tuntas visi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dalam upaya Indonesia untuk lepas dari middle income trap. Melalui presentasi bertajuk “IKN dalam Bayang-bayang Middle Income Trap”, Zamroni memberikan perspektif mendalam mengenai tantangan struktural yang dihadapi Indonesia dan peran IKN sebagai lokomotif pertumbuhan baru.
- Indonesia menghadapi tantangan berat untuk keluar dari middle income trap. Penyebab utama stagnasi ini adalah rendahnya total factor productivity (TFP) di Indonesia yang saat ini berada di angka 0,56, jauh dari standar 0,8 yang dibutuhkan untuk menjadi negara maju.
- Rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat menurunkan kemampuan tenaga kerja untuk berkontribusi secara maksimal terhadap ekonomi, mengakibatkan produktivitas berada 50% di bawah dari potensinya.
- Presiden terpilih 2024–2029, Prabowo Subianto, menargetkan pendapatan per kapita Indonesia mencapai 30.000 USD dalam 20 tahun mendatang. Untuk mencapai target ini, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi 8% per tahun, di mana hal ini sulit dicapai mengingat tantangan struktural.
- Pertumbuhan ekonomi tinggi sering kali bertentangan dengan pemerataan, seperti yang terlihat dari Gini ratio. Untuk mencapai keseimbangan ini, pemerintah baru berencana menggunakan bantuan langsung tunai sebagai solusi pemerataan. Meskipun demikian,efektivitasnya dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan.
- Salah satu upaya dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah melalui sektor ekstraktif, seperti pertambangan dan perkebunan. Namun, hal ini sering kali memperburuk ketimpangan pendapatan antar wilayah dan lapisan masyarakat.
- IKN diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang inklusif, khususnya di luar Jawa.
- Pemerintah baru menargetkan untuk menurunkan Gini ratio hingga ke angka 0,2. Namun, angka ini dianggap terlalu ambisius karena negara maju, seperti Amerika dan Jepang pun masih mencatatkan angka di atas 0,4.
- Bapak Zamroni mengusulkan model cooperative corporation yang kepemilikan tanahnya dapat dikonversi menjadi saham bagi masyarakat lokal daripada sekadar dijual. Konsep ini diharapkan dapat memastikan bahwa masyarakat lokal tetap mendapatkan keuntungan dari pembangunan IKN dalam jangka panjang.
Untuk mengakhiri sesi, Gadis Selaku moderator pada sesi forum discussion menyampaikan harapannya agar diskusi yang telah dilaksanakan bersama para narasumber dapat membantu memberikan informasi kepada stakeholder dan masyarakat terkait pembangunan IKN. Berakhirnya sesi forum discussion ini menandai berakhirnya IEO ’25 Forum. IEO ’25 Forum resmi ditutup pada pukul 17.00 WIB.